Labels

Thursday 4 April 2013

CERITA DALAM SURAT


Cerpen ini telah dimuat dalam Buku antologi Cerpen "Kata yang Paling Sepi" dari Teater JAB.
didalam antologi tersebut banyak sekali cerpen-cerpen yang bagus dan cucok , , ,

bagi teman-teman yang ingin membaca cerpen ini dan cerpen lainnya ayoooo buruan miliki antologi antologi cerpen " Kata yang Paling Sepi" dari Teater JAb, , , :)



 Cerita Dalam Surat 

Akhirnya hujan berhenti, setelah lelah membasahi panasnya Jogjakarta. Suasana dingin mulai terasa namun membuat nyaman suasana. Aku masih termangu menatap sisa-sisa tetes air hujan di serambi rumah sembari menikmati alunan melodi Because I miss You-nya Jung Yong Hwa. Lagu ini mengingatkan ku dengan kenangan dua minggu yang lalu antara aku, Ivan dan Yogyakarta.
Perkenalanku tanpa sengaja dengan seorang lelaki dari Bandung bernama Ivan di sosial media twitter berawal dari percakapan ringan tentang lagu korea yang membuat galau. Entah sedang cocok atau sama-sama menyukai, kami kompak menyukai lagu dengan judul Because I miss You yang dinyanyikan oleh Jung Yong Hwa. Dari lagu itu percakapan kami lewat twitter berlanjut hingga jauh. Hubungan persahabatan kami pun terjalin lebih akrab, hingga Ivan memutuskan untuk datang ke Yogyakarta untuk menemui ku secara langsung. Namun, semenjak kembalinya ia ke Bandung dua minggu lalu hingga hari ini belum sedikitpun kabar yang ia berikan kepadaku. Berkali-kali aku meng-update e-mail, namun tak kunjung ada balasan darinya. Hal ini membuat ku berfikir keras, mungkin saja Ivan menyesali keputusannya untuk datamg ke Yogyakarta menemui ku.
“Surat. Surat” Ucap pengantar pos yang membuyarkan lamunanku.
“Ada surat buat Narendra Nesya, mohon diterima.” Ucap Bapak pos ramah.
Surat? Tumben sekali aku mendapat sebuah surat. Setelah Bapak pos itu pergi bergegas aku mendaratkan tubuh ku ke kursi di teras depan dan membaca surat itu.
Surat dengan amplop berwarna cokelat, ternyata dari Ivan Ardian. Sebelum membacanya aku masih berfikir, untuk apa ia menulis surat? Bukankah kami biasa bercakap lewat sms atau chatting. Berfikir sepertinya tidak dapat menjawab rasa penasaranku. Bergegas aku membuka amplop cokelat itu dan membaca surat yang memang tertuju kepada ku.
Aku mulai membaca lembar pertama dari empat lembar surat yang ia kirim kepada ku.
Annyonghaseyo Nesya,
Sepertinya lucu menyapa dengan bahasa seperti itu, katamu walau kita menyukai apapun dari negara lain kita harus tetap memperjuangkan bahasa kita kan ? hehehe
Akan lebih baik aku menyapamu dengan seperti ini “Asalamu’alaikum Nesya, apa kabar?”Lebih bagus bukan?

Nesya, kamu pasti bertanya-tanya mengapa aku mengirim surat ini kepadamu, dan sebelumnya maaf karena aku tidak pernah membalas e-mail dan sms mu, hehe . . . ^_^
Maaf sebelumnya juga, karena aku ngga akan menjelaskan alasannya. Menurutku lebih baik kau membaca surat ini sampai selesai.

Nesya, saat surat ini sampai ketanganmu mungkin aku sudah tersenyum lega dari atas sana karena surat ini sampai dengan selamat ketanganmu. Hehehe . . .
aku mau ngucapin banyak terima kasih sama kamu Neys.
Terimaksih karena 2 bulan terakhir ini kamu mau menemani chatting untuk mendengar cerita-cerita yang menurut ku gak penting setiap malam, terimaksih karena kamu sudah mau menjadi sahabatku, terima kasih karena kamu mau menemaniku melukis kebahagiaan disaat-saat terakhir aku menikmati indah terlahir ke dunia.
Aku tidak paham dengan maksud Ivan, kata-kata yang ia tulis seolah ingin pergi untuk selamanya. Apa mungkin ? tidak ! aku tidak boleh berburuk sangka. Rasa penasaran dari lanjutan surat Ivan membawa aku lebih lanjut membaca susunan huruf yang ia tulis dengan rapi.
Dannnnnnnnnnnnn . . .
Terima kasih atas tour Kota Yogya selama 6 hari full kemarin. Sumpah, itu adalah lukisan yang paling indah dikanvas hatiku ini J.

Adzan magrib terdengar berkumandang. Aku memutuskan untuk melaksanakan solat magrib terlebih dahulu sebelum melanjutkan lembar ke dua surat Ivan.
Usai shalat isya dan makan malam, aku melanjutkan kembali membaca lembar berikutnya surat dari Ivan. Kusandarkan tubuhku di kursi meja belajarku, dan aku mulai membaca rangkaian kata surat ke dua Ivan.
Dear Nesya . . .
Ketemu lagi dengan suratku, semoga kamu ngga bosan membaca lembar berikutnya, hehehe .
Aku juga ngga tau sampai berapa lembar aku mampu menulis surat untuk mu. L
Kalau dipikir lucu banget ya Nesy, surat ini kan nyampenya barengan tapi bersambung-sambung gitu uda kaya sinetron Cinta Fitri aja, hehehe . . .
Tau ngga nesy, keputusan aku untuk datang ke Yogya kemarin adalah keputusan yang sangat tepat. Walau Cuma 6 hari aku sangat menikmati.
Ingat ngga Nesy, ketika pertama kali kita bertemu.
Sore hari di Stasiun Tugu, itu merupakan tempat pertama kali aku menjejakkan kai di Yogya lohh, curcol dikit.
Lucu rasanya melihat tampang lucumu saat pertama kita bertemu. Saat itu kamu beda banget, biasanya pas lagi chatting panjang banget yang kamu ketik, eh saat uda ketemu langsung hanya senyuman manis yang kamu lempar ke aku. Tapi gak papa sih, senyuman kamu ngga bakal aku lupain. Hehehe. . .
Btw, makan malam ama Gudeg yang di deket Alun-alun Kidul itu enak banget tau. Bikin ketagihan pengen kesana.
Malam pertama menikmati udara malam Yogyakarta. Oh ya, foto aku dan kamu di Tugu Yogya bagus loh hasilnya, aku juga cetakin buat kamu.
Sebelum melanjutkan membaca surat, aku melihat terlebih dahulu foto yang Ivan maksud. Ternyata memang bagus, Aku, Ivan dan Tugu Yogya yang berdiri kokoh. Jadi teringat waktu harus meminta orang untuk memfotokan kami.
Kamu pasti uda liat fotonya, baguskan. Hehehe . . .
Seperti foto sepasang kekasih yang melukis kenangan di Tugu Yogya.
Neys, aku ketagihan nih ama nasi kucing yang di deket Jembatan Kali Code. Makanan sederhana namun berkesan, mengingatkan kerakusanku juga. Sekali makan habis 4 bungkus nasi kucing. Tapi emang waktu itu aku laper banget. Hehehe . .
Romantis juga ya makan di pinggir jalan berdua, suasananya enak lagi.
Kamar tamu rumahmu juga nyaman banget, maaf yah uda numpang gratis malam itu, sampaiin terimaksih aku yah ama bunda kamu, soalnya nasi goreng buat sarapan paginya enak banget.sumpah.
Taman sari juga gak kalah nesy, coba deh kamu lihat foto-fotonya.
Aku melihat satu persatu fotoku dan Ivan saat berkunjung ke Taman Sari. Foto itu mengingatkanku saat kami harus memaksa seorang anak SMA yang kebetulan bermain disana menjadi photografer dadakan. Untung saja anak itu menyukai photografi jadi ia tidak keberatan melakukannya.
Bagus-baguskan fotonya, aku jadi keinget ucapan anak SMA itu Nesy.
“Mbak masnya pacaran ya? Apa uda mau nikah? Hasilnya kaya foto prawedding”
Kata-kata itu gak akan aku lupa Nesy, setidaknya aku punya foto prawedding walau weddingnya gak kesampean.
Mataku mulai lelah menatap deretan huruf-huruf yang ditulis rapi oleh Ivan, namun aku masih penasaran dengan lembar ketiga suratnya.
Hallo lagi Nesya,,,
Suratku ribet banget yah, sampai berlembar-lembar. Harapanku masih sama. Jangan bosen yah baca surat ini.
Neys, Candi Prambanan itu bagus yah. Tapi aku masih penasaran ama mitos yang kamu ceritakan. Katanya kalau sepasang kekasih jalan-jalan kesana, pasti pulangnya jadi putus. Hahaha . . . kita kan kemarin jalan berdua, dan kita bukan sepasang kekasih seharusnya kita ngga putus tapi malah jadian, hehehe . .
Tapi Pantai Parangtritis juga ngga kalah eksotic dari Candi Prambanannya. Sayang belum kesampaian ke pantai di daerah Gunung Kidul. Kamu bilang pantai disana itu seperti Pantai di Bali. Aku jadi penasaran, coba aku berlibur lebih lama.
Bakso Uleg Angkringan Raminten juga gak kalah enak loh, apalagi Wedang Serainya, gilaa tinggi banget gelasnya, tapi enak banget, suasananya juga berbeda, khas banget Yogyakarta banget. Betah deh aku lama-lama disana. Tapi musik yang diputer disana berhawa mistis gitu, coba yang di play Because I miss You-nya Jung Yong Hwa (tetep deh Korea) pasti kita heboh banget. Heheh . .
Ivan benar-benar mengingat dengan jelas semua gerak-gerik saat ia ke Yogya, dan ia juga selalu mengingat lagu favorite itu. Yah, tentu dia harus mengingatnya, karena lagu itu kami dipertemukankan. Mungkin lebih tepatnya Tuhan mempertemukan kami dengan perantara lagu itu.
Nesy, kamu masih simpen kan kalung emas perak dengan Imisial “IN” yang kita beli di Kota Gede itu. Entah IN itu berarti Ivan-Nesya atau IN:Indonesia (apa hubungannya ya) ,,hehehe yang jelas aku akan selalu menyimpannya, dan aku harap kamu juga.
Tidak hanya menyimpannya, sejak Ivan memasangkan kalung itu di leherku sampai sekarang belum pernah aku lepaskan.
Tau ngga Neys, dompet aku terkuras abis saat kamu ngajak aku shopping ke Pasar Beringharjo dan Mirota Batik di Malioboro, rasanya semua ingin aku beli abis bagus-bagus ama unik Neys.
Papa ama mamaku aja sampai heran Neys, soalnya aku gak pernah belanja sebanyak itu. Papa suka banget ama kemeja batik yang kamu pilih, mama juga, kebaya batik yang kamu pilih katanya cantik. Makasih ya Nesya J
Lembar ketiga surat Ivan diakhiri dengan simbol senyum. Aku merasa senang karena ia menikmati perjalanannya di Yogya, bahkan dia mengingat setiap detail perjalanan yang kita lewati. Lembar terakhir surat Ivan.
Sepertinya 100 lembar surat tidak akan cukup untuk menceritakan keindahan Yogyakarta. Aku sungguh jatuh cinta dengan keindahan Yogyakarta dari mulai aku pertama kali menjejakkan kaki ku di Stasiun Tugu, jalan-jalan ke Taman Sari, Keraton Yogya, Candi Prambanan, Pusat Perak di Kota Gede, Kuliner Gudeg dan dinner enak di Raminten juga romantisnya suasana makan di Pinggiran Kali Code. Yang jelas, indahnya Tugu yang berdiri kokoh ditengah jalan itu.
Nesya, andai aku diberi umur panjang masih satu tempat lagi yang ingin aku kunjungi. yah, gara-gara hujan kita ngga jadi menikmati sejuknya wisata di Kaliurang dan Merapi. Menyesal banget kita ngga kesana.
Yogyakarta memang banyak cerita dan juga banyak cinta.
Nesya, kamu ingat ngga waktu malam itu di alun-alun Kidul. Kata kamu kalau aku berhasil berjalan sampai di tengah antara dua pohon beringin itu, kalau kita berharap pasti akan terkabul. Dan faktanya aku berhasil kan. Hehehe
Kamu tau ngga apa yang aku harapkan?
Aku sangat berharap, aku dapat melihat mu lebih lama, dan juga akau dapat menjadi orang yang memiliki hatimu.
Aku jatuh cinta kepadamu Nesya.
Tidak salah kan aku berharap seperti itu, meski aku tau kalau itu tidak akan pernah terjadi.
Mengapa Ivan mengatakan tidak pernah terjadi? Apakah tingkah lakuku saat bersamanya itu tidak ia sadari bahwa kau juga menyukainya? Itu harapan yang akan jadi kenyataan Ivan. Karena aku juga jatuh cinta kepadamu.
Nesya, terima kasih karena kamu bersedia menjadi orang yang terakhir menghias hari-hariku.
Mungkin setelah membaca surat ini kita tidak akan bisa berhubungan lagi. Seperti yang aku tuliskan di awal, mungkin aku sudah hidup nyaman diatas sana.
Sepertinya ngga penting kamu mengetahui keadaan kesehatanku sebenarnya yang jelas saat aku datang ke Yogya, itu lah hari-hari terakhir kehidupanku.
Kita memamng tidak tau kapan kita akan mati, namun takdir kehidupanku memang tidak sepanjang surat ini Nesy.
Terimakasih atas segalanya yang kau berikan kepada ku , , ,
Sampaikan salamku untuk Ayah dan Bunda, juga adik kecilmu.
Dan tak ketinggalan untuk Yogyakarta dengan sejuta cerita dan cinta.


Ivan yang akan selalu merindukan indahnya
Yogyakarta
dan Senyum Manis Nesya ^_^


hari-hari terakhir dalam hidupku ? apa sebenarnya maksud Ivan? Tidak! Tidak mugkin yang ia maksud, ia sudah meningga dunia.
Pikiranku kacau seketika, dalam kebingungan aku mencari-cari ponselku dan mencoba menghubungi nomor Ivan. Namun, sia-sia nomornya tidak aktif. Berulang kali aku mencoba tetap saja. NIHIL. Tubuhku lemas seketika, pikiranku entah mencari jawaban kemana. Begitu banyak pertanyaan yang menggantung di kepalaku.

Apa maksud surat Ivan? Kenapa seperti ini?
Kenapa dia harus muncul kalau ia pergi untuk selamnya dengan cara seperti ini?
Kenapa ia harus melukis kenangan manis bersamaku?
Dan kenapa dia pergi tanpa mengatakan kebenara kalau ia jatuh cinta kepadaku?
Dan  . . . kenapa aku juga harus jatuh cinta kepadanya?









PUPUT ALVIANI
“CERITA DALAM SURAT”
Yogyakarta, 21-22 November 2012

No comments:

Post a Comment