Cerpen ini telah dimuat dalam Buku antologi Cerpen "Kata yang Paling Sepi" dari Teater JAB.
didalam antologi tersebut banyak sekali cerpen-cerpen yang bagus dan cucok , , ,
bagi teman-teman yang ingin membaca cerpen ini dan cerpen lainnya ayoooo buruan miliki antologi antologi cerpen " Kata yang Paling Sepi" dari Teater JAb, , , :)
didalam antologi tersebut banyak sekali cerpen-cerpen yang bagus dan cucok , , ,
bagi teman-teman yang ingin membaca cerpen ini dan cerpen lainnya ayoooo buruan miliki antologi antologi cerpen " Kata yang Paling Sepi" dari Teater JAb, , , :)
Cerita Dalam Surat
Akhirnya hujan berhenti, setelah lelah membasahi
panasnya Jogjakarta. Suasana dingin mulai terasa namun membuat nyaman suasana.
Aku masih termangu menatap sisa-sisa tetes air hujan di serambi rumah sembari
menikmati alunan melodi Because I miss
You-nya Jung Yong Hwa. Lagu ini mengingatkan ku dengan kenangan dua minggu
yang lalu antara aku, Ivan dan Yogyakarta.
Perkenalanku tanpa sengaja dengan seorang lelaki
dari Bandung bernama Ivan di sosial media twitter
berawal dari percakapan ringan tentang lagu korea yang membuat galau. Entah
sedang cocok atau sama-sama menyukai, kami kompak menyukai lagu dengan judul Because I miss You yang dinyanyikan oleh
Jung Yong Hwa. Dari lagu itu percakapan kami lewat twitter berlanjut hingga jauh. Hubungan persahabatan kami pun
terjalin lebih akrab, hingga Ivan memutuskan untuk datang ke Yogyakarta untuk
menemui ku secara langsung. Namun, semenjak kembalinya ia ke Bandung dua minggu
lalu hingga hari ini belum sedikitpun kabar yang ia berikan kepadaku.
Berkali-kali aku meng-update e-mail,
namun tak kunjung ada balasan darinya. Hal ini membuat ku berfikir keras,
mungkin saja Ivan menyesali keputusannya untuk datamg ke Yogyakarta menemui ku.
“Surat. Surat” Ucap pengantar pos yang membuyarkan
lamunanku.
“Ada surat buat Narendra Nesya, mohon diterima.”
Ucap Bapak pos ramah.
Surat? Tumben sekali aku mendapat sebuah surat.
Setelah Bapak pos itu pergi bergegas aku mendaratkan tubuh ku ke kursi di teras
depan dan membaca surat itu.
Surat dengan amplop berwarna cokelat, ternyata dari
Ivan Ardian. Sebelum membacanya aku masih berfikir, untuk apa ia menulis surat?
Bukankah kami biasa bercakap lewat sms atau
chatting. Berfikir sepertinya tidak
dapat menjawab rasa penasaranku. Bergegas aku membuka amplop cokelat itu dan
membaca surat yang memang tertuju kepada ku.
Aku mulai membaca lembar pertama dari empat lembar
surat yang ia kirim kepada ku.
Annyonghaseyo Nesya,
Sepertinya lucu menyapa dengan bahasa seperti itu, katamu walau kita
menyukai apapun dari negara lain kita harus tetap memperjuangkan bahasa kita
kan ? hehehe
Akan lebih baik aku menyapamu dengan seperti ini “Asalamu’alaikum
Nesya, apa kabar?”Lebih bagus bukan?
Nesya, kamu pasti bertanya-tanya mengapa aku mengirim surat ini
kepadamu, dan sebelumnya maaf karena aku tidak pernah membalas e-mail dan sms
mu, hehe . . . ^_^
Maaf sebelumnya juga, karena aku ngga akan menjelaskan alasannya.
Menurutku lebih baik kau membaca surat ini sampai selesai.
Nesya, saat surat ini sampai ketanganmu mungkin aku sudah tersenyum
lega dari atas sana karena surat ini sampai dengan selamat ketanganmu. Hehehe .
. .
aku mau ngucapin banyak terima kasih sama kamu Neys.
Terimaksih karena 2 bulan terakhir ini kamu mau menemani chatting untuk mendengar cerita-cerita
yang menurut ku gak penting setiap malam, terimaksih karena kamu sudah mau
menjadi sahabatku, terima kasih karena kamu mau menemaniku melukis kebahagiaan
disaat-saat terakhir aku menikmati indah terlahir ke dunia.
Aku tidak paham dengan maksud Ivan,
kata-kata yang ia tulis seolah ingin pergi untuk selamanya. Apa mungkin ? tidak
! aku tidak boleh berburuk sangka. Rasa penasaran dari lanjutan surat Ivan
membawa aku lebih lanjut membaca susunan huruf yang ia tulis dengan rapi.
Dannnnnnnnnnnnn . . .
Terima kasih atas tour Kota Yogya selama 6 hari full kemarin.
Sumpah, itu adalah lukisan yang paling indah dikanvas hatiku ini J.
Adzan magrib terdengar berkumandang. Aku memutuskan
untuk melaksanakan solat magrib terlebih dahulu sebelum melanjutkan lembar ke
dua surat Ivan.
Usai shalat isya dan makan malam,
aku melanjutkan kembali membaca lembar berikutnya surat dari Ivan. Kusandarkan
tubuhku di kursi meja belajarku, dan aku mulai membaca rangkaian kata surat ke
dua Ivan.
Dear Nesya . . .
Ketemu lagi dengan suratku, semoga
kamu ngga bosan membaca lembar berikutnya, hehehe .
Aku juga ngga tau sampai berapa
lembar aku mampu menulis surat untuk mu. L
Kalau dipikir lucu banget ya Nesy,
surat ini kan nyampenya barengan tapi bersambung-sambung gitu uda kaya sinetron
Cinta Fitri aja, hehehe . . .
Tau ngga nesy, keputusan aku untuk
datang ke Yogya kemarin adalah keputusan yang sangat tepat. Walau Cuma 6 hari
aku sangat menikmati.
Ingat ngga Nesy, ketika pertama kali
kita bertemu.
Sore hari di Stasiun Tugu, itu
merupakan tempat pertama kali aku menjejakkan kai di Yogya lohh, curcol dikit.
Lucu rasanya melihat tampang lucumu
saat pertama kita bertemu. Saat itu kamu beda banget, biasanya pas lagi
chatting panjang banget yang kamu ketik, eh saat uda ketemu langsung hanya
senyuman manis yang kamu lempar ke aku. Tapi gak papa sih, senyuman kamu ngga
bakal aku lupain. Hehehe. . .
Btw, makan malam ama Gudeg yang di
deket Alun-alun Kidul itu enak banget tau. Bikin ketagihan pengen kesana.
Malam pertama menikmati udara malam
Yogyakarta. Oh ya, foto aku dan kamu di Tugu Yogya bagus loh hasilnya, aku juga
cetakin buat kamu.
Sebelum melanjutkan membaca surat,
aku melihat terlebih dahulu foto yang Ivan maksud. Ternyata memang bagus, Aku,
Ivan dan Tugu Yogya yang berdiri kokoh. Jadi teringat waktu harus meminta orang
untuk memfotokan kami.
Kamu pasti uda liat
fotonya, baguskan. Hehehe . . .
Seperti foto sepasang kekasih yang
melukis kenangan di Tugu Yogya.
Neys, aku ketagihan nih ama nasi
kucing yang di deket Jembatan Kali Code. Makanan sederhana namun berkesan,
mengingatkan kerakusanku juga. Sekali makan habis 4 bungkus nasi kucing. Tapi
emang waktu itu aku laper banget. Hehehe . .
Romantis juga ya makan di pinggir
jalan berdua, suasananya enak lagi.
Kamar tamu rumahmu juga nyaman
banget, maaf yah uda numpang gratis malam itu, sampaiin terimaksih aku yah ama
bunda kamu, soalnya nasi goreng buat sarapan paginya enak banget.sumpah.
Taman sari juga gak kalah nesy, coba
deh kamu lihat foto-fotonya.
Aku melihat satu persatu fotoku dan
Ivan saat berkunjung ke Taman Sari. Foto itu mengingatkanku saat kami harus
memaksa seorang anak SMA yang kebetulan bermain disana menjadi photografer
dadakan. Untung saja anak itu menyukai photografi jadi ia tidak keberatan
melakukannya.
Bagus-baguskan
fotonya, aku jadi keinget ucapan anak SMA itu Nesy.
“Mbak masnya pacaran ya? Apa uda mau
nikah? Hasilnya kaya foto prawedding”
Kata-kata itu gak akan aku lupa Nesy,
setidaknya aku punya foto prawedding walau weddingnya gak kesampean.
Mataku mulai lelah menatap deretan
huruf-huruf yang ditulis rapi oleh Ivan, namun aku masih penasaran dengan
lembar ketiga suratnya.
Hallo lagi Nesya,,,
Suratku ribet banget yah, sampai
berlembar-lembar. Harapanku masih sama. Jangan bosen yah baca surat ini.
Neys, Candi Prambanan itu bagus yah.
Tapi aku masih penasaran ama mitos yang kamu ceritakan. Katanya kalau sepasang
kekasih jalan-jalan kesana, pasti pulangnya jadi putus. Hahaha . . . kita kan
kemarin jalan berdua, dan kita bukan sepasang kekasih seharusnya kita ngga
putus tapi malah jadian, hehehe . .
Tapi Pantai Parangtritis juga ngga
kalah eksotic dari Candi Prambanannya. Sayang belum kesampaian ke pantai di
daerah Gunung Kidul. Kamu bilang pantai disana itu seperti Pantai di Bali. Aku
jadi penasaran, coba aku berlibur lebih lama.
Bakso Uleg Angkringan Raminten juga
gak kalah enak loh, apalagi Wedang Serainya, gilaa tinggi banget gelasnya, tapi
enak banget, suasananya juga berbeda, khas banget Yogyakarta banget. Betah deh
aku lama-lama disana. Tapi musik yang diputer disana berhawa mistis gitu, coba
yang di play Because I miss You-nya Jung Yong Hwa (tetep deh Korea) pasti kita
heboh banget. Heheh . .
Ivan benar-benar mengingat dengan
jelas semua gerak-gerik saat ia ke Yogya, dan ia juga selalu mengingat lagu
favorite itu. Yah, tentu dia harus mengingatnya, karena lagu itu kami
dipertemukankan. Mungkin lebih tepatnya Tuhan mempertemukan kami dengan
perantara lagu itu.
Nesy, kamu masih
simpen kan kalung emas perak dengan Imisial “IN” yang kita beli di Kota Gede
itu. Entah IN itu berarti Ivan-Nesya atau IN:Indonesia (apa hubungannya ya) ,,hehehe
yang jelas aku akan selalu menyimpannya, dan aku harap kamu juga.
Tidak hanya menyimpannya, sejak
Ivan memasangkan kalung itu di leherku sampai sekarang belum pernah aku
lepaskan.
Tau ngga Neys, dompet aku terkuras
abis saat kamu ngajak aku shopping ke Pasar Beringharjo dan Mirota Batik di
Malioboro, rasanya semua ingin aku beli abis bagus-bagus ama unik Neys.
Papa ama mamaku aja sampai heran
Neys, soalnya aku gak pernah belanja sebanyak itu. Papa suka banget ama kemeja
batik yang kamu pilih, mama juga, kebaya batik yang kamu pilih katanya cantik.
Makasih ya Nesya J
Lembar ketiga surat Ivan diakhiri
dengan simbol senyum. Aku merasa senang karena ia menikmati perjalanannya di
Yogya, bahkan dia mengingat setiap detail perjalanan yang kita lewati. Lembar terakhir
surat Ivan.
Sepertinya 100 lembar surat tidak
akan cukup untuk menceritakan keindahan Yogyakarta. Aku sungguh jatuh cinta
dengan keindahan Yogyakarta dari mulai aku pertama kali menjejakkan kaki ku di
Stasiun Tugu, jalan-jalan ke Taman Sari, Keraton Yogya, Candi Prambanan, Pusat
Perak di Kota Gede, Kuliner Gudeg dan dinner enak di Raminten juga romantisnya
suasana makan di Pinggiran Kali Code. Yang jelas, indahnya Tugu yang berdiri
kokoh ditengah jalan itu.
Nesya, andai aku diberi umur panjang
masih satu tempat lagi yang ingin aku kunjungi. yah, gara-gara hujan kita ngga
jadi menikmati sejuknya wisata di Kaliurang dan Merapi. Menyesal banget kita
ngga kesana.
Yogyakarta memang banyak cerita dan
juga banyak cinta.
Nesya, kamu ingat ngga waktu malam
itu di alun-alun Kidul. Kata kamu kalau aku berhasil berjalan sampai di tengah
antara dua pohon beringin itu, kalau kita berharap pasti akan terkabul. Dan
faktanya aku berhasil kan. Hehehe
Kamu tau ngga apa yang aku harapkan?
Aku sangat berharap, aku dapat
melihat mu lebih lama, dan juga akau dapat menjadi orang yang memiliki hatimu.
Aku jatuh cinta kepadamu Nesya.
Tidak salah kan aku berharap seperti
itu, meski aku tau kalau itu tidak akan pernah terjadi.
Mengapa Ivan mengatakan tidak
pernah terjadi? Apakah tingkah lakuku saat bersamanya itu tidak ia sadari bahwa
kau juga menyukainya? Itu harapan yang akan jadi kenyataan Ivan. Karena aku
juga jatuh cinta kepadamu.
Nesya, terima kasih
karena kamu bersedia menjadi orang yang terakhir menghias hari-hariku.
Mungkin setelah membaca surat ini
kita tidak akan bisa berhubungan lagi. Seperti yang aku tuliskan di awal,
mungkin aku sudah hidup nyaman diatas sana.
Sepertinya ngga penting kamu
mengetahui keadaan kesehatanku sebenarnya yang jelas saat aku datang ke Yogya,
itu lah hari-hari terakhir kehidupanku.
Kita memamng tidak tau kapan kita
akan mati, namun takdir kehidupanku memang tidak sepanjang surat ini Nesy.
Terimakasih atas segalanya yang kau
berikan kepada ku , , ,
Sampaikan salamku untuk Ayah dan
Bunda, juga adik kecilmu.
Dan tak ketinggalan untuk Yogyakarta
dengan sejuta cerita dan cinta.
Ivan yang akan selalu merindukan indahnya
Yogyakarta
dan Senyum Manis Nesya ^_^
hari-hari terakhir dalam hidupku ? apa sebenarnya
maksud Ivan? Tidak! Tidak mugkin yang ia maksud, ia sudah meningga dunia.
Pikiranku kacau seketika, dalam
kebingungan aku mencari-cari ponselku dan mencoba menghubungi nomor Ivan.
Namun, sia-sia nomornya tidak aktif. Berulang kali aku mencoba tetap saja.
NIHIL. Tubuhku lemas seketika, pikiranku entah mencari jawaban kemana. Begitu
banyak pertanyaan yang menggantung di kepalaku.
Apa maksud surat Ivan? Kenapa seperti ini?
Kenapa dia harus muncul kalau ia pergi untuk
selamnya dengan cara seperti ini?
Kenapa ia harus melukis kenangan manis bersamaku?
Dan kenapa dia pergi tanpa mengatakan kebenara kalau
ia jatuh cinta kepadaku?
Dan . . .
kenapa aku juga harus jatuh cinta kepadanya?
PUPUT
ALVIANI
“CERITA
DALAM SURAT”
Yogyakarta,
21-22 November 2012
No comments:
Post a Comment